BeritaOpini

Kunjungan Kepala Desa Sumenep ke IKN: Output Nihil, Dampak Tak Terarah dan Lemahnya Pengawasan DPMD

49
Kunjungan Kepala Desa Sumenep ke IKN: Output Nihil, Dampak Tak Terarah, dan Lemahnya Pengawasan DPMD
Dok. Moh. Ibnu Al Jazary./Istimewa/SuaraFaktual.id

SUMENEP || SF – Di tengah kebijakan efisiensi, publik kembali dibuat geram oleh kabar kunjungan sejumlah kepala desa dari Kabupaten Sumenep ke Ibu Kota Nusantara (IKN).

Kegiatan ini disebut sebagai bagian dari studi turi dan pembelajaran lainnya. Namun di tengah kondisi fiskal yang ketat dan banyaknya kebutuhan mendesak di tingkat desa, langkah itu memunculkan pertanyaan serius. Apa sebenarnya manfaat konkret dari kunjungan tersebut, dan di mana peran pengawasan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD)?

Antara Seremonial dan Substansi, Kunjungan kerja memang sering dijadikan dalih untuk peningkatan kapasitas aparatur desa. Namun tanpa perencanaan yang jelas, kegiatan semacam ini hanya menjadi ritual administratif tanpa arah.

IKN masih dalam proses pembangunan dan belum memiliki sistem tata kelola pemerintahan desa yang dapat dijadikan contoh.

Maka sulit membayangkan pelajaran apa yang bisa diambil oleh kepala desa dari Sumenep wilayah dengan karakter sosial, ekonomi, dan geografis yang sangat berbeda dari sebuah megaproyek nasional yang masih tahap pembangunan.

Kritik paling mendasar terhadap kunjungan ini adalah ketiadaan output terukur. Publik tidak melihat adanya hasil konkret dan Kegiatan seperti ini hanya menyisakan dokumentasi seremonial dan pemberitaan singkat.

Padahal, sebagai pemegang amanah publik,sesuai dengan uu no 6 tahun 2014 kepala desa wajib memastikan setiap aktivitas yang dibiayai dengan uang negara memiliki keluaran nyata dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam konteks ini, DPMD Sumenep patut dikritik secara serius. Sebagai lembaga pembina dan pengawas pemerintah desa, DPMD seharusnya menilai kelayakan dan urgensi kegiatan sebelum disetujui, memastikan relevansi kegiatan dengan kebutuhan desa, dan mengevaluasi manfaat pasca pelaksanaan.

Namun, jika kunjungan ke IKN dapat terlaksana di tengah kebijakan efisiensi anggaran, berarti fungsi pembinaan dan kontrol tidak berjalan optimal.

DPMD tampak gagal memastikan bahwa setiap kegiatan aparatur desa berorientasi pada hasil dan kepentingan masyarakat. Padahal, lembaga ini memiliki kewenangan administratif dan moral untuk menolak atau menunda kegiatan yang tidak memiliki dasar manfaat yang kuat.

Lebih jauh, DPMD semestinya juga memfasilitasi pembelajaran yang relevan dan efisien, misalnya pelatihan berbasis kebutuhan nyata desa, kerja sama dengan universitas atau lembaga riset lokal, dan program pertukaran antar-desa yang telah terbukti berhasil.

Jika DPMD hanya bersikap pasif dan membiarkan kegiatan seremonial berlangsung tanpa evaluasi manfaat, maka ia turut berperan dalam menciptakan pola birokrasi yang boros dan tidak produktif.

Dan keberhasilan DPMD bukan diukur dari berapa banyak kegiatan terlaksana, melainkan seberapa besar manfaat yang dirasakan masyarakat desa dari setiap kebijakan yang dijalankannya. (Moh. Ibnu Al Jazary)

Exit mobile version